Kuasa Hukum Ari Sebut APH Tidak Indahkan Ultimum Remedium

37
0
BERBAGI

PALEMBANG, SentralPost – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Palembang kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan korupsi proyek pokok-pokok pikiran (pokir) DPRD Sumatera Selatan tahun anggaran 2023,Rabu, 9 Juli 2025. Perkara bernomor 25/Pid.Sus-TPK/2025/PN Plg itu menghadirkan 10 orang saksi dan dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Fauzi Isra.

Dalam sidang tersebut, kuasa hukum terdakwa Ari, Heribertus Hartojo, menegaskan bahwa perkara ini seharusnya tidak masuk ke ranah pidana lantaran kerugian negara yang sebelumnya disebutkan telah dikembalikan sepenuhnya. Ia menyoroti penerapan asas hukum pidana sebagai ultimum remedium atau jalan terakhir, yang menurutnya tak diindahkan oleh aparat penegak hukum.

“Yang disebut sebagai kelebihan bayar sudah dikembalikan ke kas negara. Artinya, tidak ada lagi kerugian negara. Maka, dari aspek hukum pidana, seharusnya tidak ada tersangka,” ujar Heribertus usai sidang.

Heribertus menilai perkara ini semestinya dituntaskan melalui mekanisme administrasi, bukan langsung masuk ke wilayah pidana.

“Kalau sudah dikembalikan dan tidak fiktif, kenapa masih dipidana? Ini bukan proyek fiktif, progresnya ada sampai 40 persen, hanya saja terjadi kendala. Apalagi sebelum penetapan tersangka, pengembalian sudah dilakukan,” katanya.

Ia juga menyoroti kesaksian dua saksi yang dinilai memperkuat pembelaan kliennya. Saksi pertama, Yulinda, menyatakan tidak pernah ada komunikasi langsung dengan terdakwa Ari, termasuk soal pengondisian proyek maupun permintaan commitment fee.

“Yulinda jelas menyatakan tidak ada pembicaraan soal pengondisian proyek ataupun fee. Hanya membahas soal kelengkapan berkas,” kata Heribertus.

Sementara itu, saksi Andi Wijaya dalam kesaksiannya membenarkan adanya kelebihan bayar dalam proyek tersebut, karena progres pekerjaan baru sekitar 40 persen namun pembayaran sudah mencapai 70 persen. Namun, ia juga menegaskan bahwa kelebihan bayar tersebut telah dikembalikan ke kas negara sebagai bentuk tanggung jawab.

“Kalau seperti itu, jelas tidak ada kerugian negara. Maka menurut asas ultimum remedium, pidana adalah langkah terakhir setelah semua upaya administratif tidak berhasil. Tapi ini kan justru sudah diselesaikan secara administratif terlebih dahulu,” tegas Heribertus.

Dalam persidangan, majelis hakim juga sempat menyinggung ihwal waktu pengembalian dana negara yang dilakukan sebelum penetapan tersangka. Menurut kuasa hukum, hal itu menunjukkan itikad baik yang mestinya dihargai dan bukan malah dijadikan dasar pidana.

Kasus ini bermula dari dugaan penyimpangan dalam proyek hasil pokok pikiran anggota DPRD Sumsel tahun anggaran 2023, yang menyebabkan potensi kerugian negara. (Iyan)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here