KAYUAGUNG-Desakan dari sejumlah element masyarakat di Kabupaten OKI soal adanya aktifitas pertambangan pasir ilegal langsung ditindaklajuti unit pelaksana tenis daerah (UPTD) Regional VII Wilayah OKI dan Ogan Ilir Dinas Energi dan Sumber daya Mineral Sumsel dengan turun langsung ke lapangan dan melakukan razia serta penyegelan terhadap tambang pasir ilegal, Selasa (16/10).
Berdasarkan informasi dihimpun, jumlah tambang yang tercatat di Kecamatan Kayuagung ada sekitar 33 tambang. Disinyalir tidak ada izin tambang (ilegal). Tambang-tambang ilegal ini selanjutnya disegel dan dilarang untuk beroperasi sementara waktu hingga mendapatkan izin.
Kasat Pol PP Kabupaten OKI, Alexander Bustomi mengatakan, upaya yang dilakukan tersebut merupakan salah satu upaya penertiban terhadap tambang-tambang yang ada di Kabupaten OKI. Pada hari pertama ini, hampir setengah dari tambang pasir yang dilakukan inspeksi tersebut diketahui tidak memiliki izin.
“Hari ini kita mendampingi dinas pertambangan dari provinsi. Memang saat ini hal terkait pertambangan memang dipegang pemerintah provinsi, tapi karena ini lokasinya di OKI jadi kita ikut serta di sini,” katanya.
Alex juga menambahkan, terkait penindakan yang akan diberikan kepada para penambang pasir ilegal ini juga diserahkan kepada pihak provinsi. “Kita tidak bisa memberikan tindakan. Tapi hari ini yang ditertibkan hampir setengah dari jumlah tambang, dan ini akan dilanjutkan nanti, karena diduga tambang-tambang ini tidak memiliki izin,” katanya.
Kepala UPTD Regional VII Wilayah Kabupaten OKI dan Ogan Ilir Dinas ESDM Provinsi Sumsel, Sunaryono mengatakan, tambang-tambang yang tidak ada izin atau ilegal sanksi yang diberikan sementara waktu disegel atau tidak boleh beroperasi.
“Jadi untuk tambang-tambang (ilegal) ini sementara waktu tidak boleh beroperasi hingga menyelesaikan proses izinnya,” katanya disela sidak tersebut.
Dari hasil komunikasi dengan pemilik tambang yang dilakukan saat inspeksi, jelas Sunaryo, para penambang mengklaim bahwa mereka belum memiliki izin hingga saat ini lantaran kesulitan mengurus izin. “Bahkan kata mereka ada yang harus bolak-balik mengurus (izin) tapi masih belum selesai,” ujarnya.
Terkait hal ini, lanjutnya, memang saat melakukan pengurusan izin para pemilik tambang pasir ini kerap kali ada data yang tertinggal sehingga harus dilengkapi terlebih dahulu. Misalnya rekomendasi dari kades atau lurah, KTP, termasuk NPWP dan beberapa berkas lainnya.
“Kalau memang lengkap, dua hari itu sudah terlalu lama izin bisa keluar, dan gratis. Yang bayar itu biasanya pada proses pengkajian tambang karena melibatkan pihak lain,” paparnya.
Selain itu, sebagai solusi, Sunaryo menambahkan, agar para pemilik tambang ini membuat dengan berkelompok. Pasalnya, tambang pasir ini biasanya kecil dan tidak sampai lima hektar per-tambang sehingga untuk mengurus izin ini pemilik tambang bisa membuat kelompok misal lima orang dan menggunakan satu nama.
“Tapi harus sepakat sehingga tidak terjadi keributan. Atau dibuat atas nama koperasi, jadi lebih jelas ada badan hukumnya. Ini sejak ada Pergub Nomor 22 Tahun 2017 khusus untuk proyek percepatan,” terangnya.
Masih kata Sunaryo, saat ini berdasarkan hasil perbincangan dengan pemilik tambang, ada beberapa tambang yang menyuplai pasir untuk proyek tol. “Ini akan lebih mudah mengurusinya, karena untuk percepatan proses pembangunan,” ujarnya.
Salah satu pemilik tambang, Jeki Suprianto mengatakan, dirinya pernah mengurus izin untuk tambangnya tersebut dan mengurus izin tambang tersebut beberapa tahun yang lalu berupa izin eksplorasi akan tetapi memang izin tersebut sudah habis.
“Nanti akan segera saya urus, ini sudah beroperasi dua tahun, dan sejak beberapa waktu lalu ngisi (nyuplai) pembangunan jalan tol. Sehari untuk hasil tambang tidak tentu, kadang sampai 100 kubik,” katanya. (BM)