PALEMBANG, SentralPost – Serikat Media Siber Indonesia Sumatera Selatan (SMSI Sumsel) meminta pemerintah pusat dan DPR RI menunda rencana pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja Kerja (Cilaka) saat pandemi Covid-19 di Indonesia. Hal itu diungkap Ketua SMSI Sumsel Jon Heri SSos melalui siaran persnya, Kamis (23/4).
“Kami di daerah mendukung penuh pernyataan sikap SMSI Pusat terhadap keberatan Dewan Pers. Kami (SMSI Sumsel) juga meminta pemerintah pusat dan DPR RI menunda rencana pembahasan RUU KUHP dan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja saat Coronavirus mewabah di Indonesia, khususnya Sumsel,” ungkap Jon Heri.
Pengesahan dua RUU tersebut, lanjut Jon Heri, dinilai dapat mencederai pers sebagai pilar keempat demokrasi setelah eksekutif, legislatif, dan yudikatif. “Ini juga menyangkut kemerdekaan pers sebagai pilar keempat demokrasi. Kalau masih tetap akan dipaksakan, sama saja eksekutif dan lembaga legislatif mencederai demokrasi. Pers sebagai kontrol sosial dan pemerintahan juga pasti akan menerapkan fungsinya untuk mengungkap semua diskursus politik yang ada di balik rencana tersebut,” ungkapnya.
Diberitakan sebelumnya, di tengah kondisi pandemi global yang juga melanda Indonesia saat ini, Komisi III DPR RI dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yasonna Laoly memutuskan untuk melanjutkan pembahasan RUU KUHP. Tidak hanya itu, pemerintah juga telah mengirimkan draft RUU Cipta Lapangan Kerja ke DPR RI.
Menyikapi hal tersebut, dalam keterangan pers tertanggal 16 April 2020, Ketua Dewan Pers Muhammad Nuh mendesak DPR dan pemerintah untuk menunda pembahasan berbagai rancangan perundangan, termasuk RUU KUHP dan RUU Cipta Kerja tersebut, sampai dengan kondisi yang lebih kondusif, sehingga pelaksanaan proses legislasi dapat berjalan secara layak, memadai dan memperoleh legitimasi, saran, dan masukan yang baik dari masyarakat sipil maupun komunitas pers secara maksimal.
Dewan Pers tetap mengapresiasi langkah-langkah pemerintah dalam upaya menanggulangi pandemi global Covid-19. Oleh karenanya mendesak agar perhatian semua pihak termasuk DPR RI dicurahkan kepada upaya kolektif menangani pandemi dan dampak-dampaknya pada seluruh sektor dan aspek kehidupan masyarakat.
“Pemerintah dan DPR harus dapat menjadi tauladan bagi publik dalam hal upaya pencegahan penyebaran Covid-19 dan tidak melakukan tindakan-tindakan yang mengakibatkan gejolak di masyarakat,” ujar M Nuh dalam rilisnya.
Dewan Pers juga menolak pembahasan RUU KUHP terkait dengan pasal-pasal yang dapat mempengaruhi kemerdekaan pers antara lain Pasal 217-220 (Tindak Pidana Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden), Pasal 240 dan 241 (penghinaan terhadap Pemerintah), Pasal 262 dan 263 (penyiaran berita bohong), Pasal 281 (gangguan dan penyesatan proses peradilan), Pasal 304-306 (tindak pidana terhadap agama), Pasal 353-354 (Penghinaan terhadap Kekuasaan Umum dan Lembaga Negara), Pasal 440 (pencemaran nama baik), dan Pasal 446 (pencemaran terhadao orang mati) serta pasal-pasal lainnya (draft RUU KUHP 15 September 2019). Dewan pers juga menolak pembahasan RUU Cipta Kerja khususnya adanya upaya perubahan terhadap Pasal 11 dan Pasal 18 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.(*)