Mantan Kadis PUPR Banyuasin Bersaksi untuk 3 Terdakwa Kasus Korupsi Pokir DPRD Sumsel

9
0
BERBAGI

PALEMBANG, SentralPost – Sidang lanjutan perkara dugaan tindak pidana korupsi proyek pokok-pokok pikiran (pokir) DPRD Provinsi Sumatera Selatan kembali digelar di Pengadilan Tipikor Palembang, Selasa (3/6/2025).

Dalam sidang kali ini, mantan Kepala Dinas PUPR Kabupaten Banyuasin, Ardi Arfani, dihadirkan sebagai saksi untuk tiga terdakwa: Arie Martha Ridho, Apriansyah, dan Rio.

Sidang dipimpin oleh Hakim Ketua Fauzi Isra, didampingi Hakim Anggota Kristanto Sahat Hamonangan Sianipar, SH., MH., dan Iskandar Harun, SH., MH. Jaksa Penuntut Umum (JPU) turut mengajukan sejumlah pertanyaan guna mendalami dugaan korupsi yang terjadi dalam proyek senilai Rp3 miliar tersebut.

Dalam keterangannya, Ardi mengungkap bahwa proyek pembangunan Kantor Lurah Keramat Raya pada tahun anggaran 2023 merupakan bagian dari empat paket pekerjaan dalam alokasi pokir DPRD. Ia menyebut menerima langsung arahan dari mantan Ketua DPRD Sumsel, Anita, yang menghubunginya melalui telepon dan kemudian bertemu langsung di rumah dinas.

“Terkait usulan pokir ke Kabupaten Banyuasin, saya ditelepon dan bertemu langsung dengan Bu Anita,” kata Ardi di hadapan majelis hakim.

Terkait peran terdakwa Apriansyah, Ardi menyatakan bahwa yang bersangkutan menjabat sebagai Sekretaris Dinas PUPR Banyuasin saat proyek berlangsung. Sementara proses pengadaan disebut telah melalui mekanisme lelang sesuai prosedur dan berada di bawah kendali Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Andi Wijaya.

Namun saat ditanya mengapa perkara ini tetap bergulir meskipun prosedur diklaim telah dijalankan, Ardi hanya menjawab singkat, “Saya tidak tahu, Yang Mulia.”

Menjawab pertanyaan Hakim Anggota soal kerugian negara, Ardi menyebutkan bahwa hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan adanya potensi kerugian sekitar Rp500 juta. Namun, ia mengklaim bahwa nilai tersebut telah dikembalikan.

Majelis hakim juga menyoroti kemungkinan keterlibatan kepala daerah. Saat ditanya mengenai kapasitas Bupati dalam proyek ini, Ardi menjawab bahwa bupati tidak terlibat langsung karena berada pada jenjang yang lebih tinggi.

“Kalau sudah bermasalah, dia jadi jauh. Tapi kalau terkait, bisa saja dekat ke sini,” tegas Hakim Ketua Fauzi Isra.

Dalam persidangan juga terungkap adanya perbedaan nilai antara usulan pokir yang diajukan dan realisasi proyek. Dari total usulan Rp. 8 miliar yang disebut berasal dari Anita, hanya Rp. 3 miliar yang didelegasikan Ardi kepada Apriansyah untuk ditindaklanjuti. Sisanya, Rp5 miliar, disebut untuk proyek pembangunan jalan di Desa Bangun Sari, namun tidak dijelaskan lebih lanjut.

Sementata itu, terdakwa Apriansyah membantah beberapa pernyataan Ardi yang dinilai menyudutkan dirinya. Apriansyah menegaskan bahwa perintah menemui orang kepercayaan Anita disampaikan langsung oleh Ardi bersamaan dengan pemberian secarik kertas berisi nomor kontak.

“Tidak pernah ada perintah dari Pak Ardi, baik lisan maupun melalui WhatsApp, untuk melakukan pengecekan proyek di lapangan. Itu bukan wewenang saya, melainkan tanggung jawab PPK,” ungkapnya dihadapan majelis hakim persidangan.

Menutup persidangan, Hakim Ketua kembali mengingatkan saksi agar memberikan keterangan yang jujur.

“Kalau saudara saksi bohong, ya siap-siaplah ya,” tegasnya.

Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi lainnya. Penelusuran lebih lanjut terhadap alur usulan pokir dan proses pelaksanaan proyek masih menjadi fokus utama dalam perkara ini. (Iyan/git)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here