Palembang, SentralPost – Proyek penimbunan lahan yang akan dibangun perkantoran di kawasan Keramasan Palembang kembali disoal. Diduga proyek dengan anggaran lebih dari Rp 150 milyar ini terjadi banyak penyimpangan sehingga bisa merugikan Negara lebih Rp 50 milyar.
“Ini merupakan proyek yang kejar tayang dengan waktu pelaksanaan 100 hari. Sehingga akibatnya pekerjaan tidak tepat waktu dan terjadi addendum penambahan waktu,” ujar Koordinator Sriwijaya Corruption Watch Sumsel M Sanusi , Selasa (27/7).
Selain keterlambatan waktu pelaksanaan, paket kejar tayang ini juga merubah spek pekerjaan dari pengadaan pasir urug diubah menjadi urugan tanah. Perubahan ini menjadi masalah dalam pembayaran termin kontrak karena satuan harga pengadaan tanah urug tidak ada dalam kontrak. Menurutnya, harga urugan tanah hanya berdasarkan kesepakatan dan bukan melalui proses lelang.
Tentunya hal ini berindikasi melanggar aturan lelang pengadaan barang dan jasa serta berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
“Jadi apa dasar hukum Contrack Change Order (CCO) urugan pasir diubah menjadi tanah. Sementara urugan tanah tidak termasuk dalam lelang pengadaan dan kontrak pekerjaan. Inilah kenapa dari proyek ini Negara bisa dirugikan sampai lebih Rp 50 milyar,” ujarnya lagi.
Terpisah, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Perwakilan Sumsel meminta kejaksaan tinggi untuk menanggapi pengaduan kasus dugaan korupsi yang disampaikannya selama setahun terakhir ini.
Menurut Koordinator MAKI Sumsel Bony Belitong beberapa pengaduan korupsi yang diminta ditindaklanjuti seperti kasus dugaan korupsi dan penyalahgunaan kewenangan pada pembangunan jalan Talang Kepuh yang dananya bersumber APBD-P Sumsel 2019. Termasuk juga dugaan penyimpangan dana proyek penguatan tebing Sungai Menang yang bersumber APBD Sumsel 2020. (tim)