Resmi di Wisuda, Kemas Abdul Rachman Panji Raih  Gelar Doktor ke-272 UIN Raden Fatah Palembang

1
0
BERBAGI

PALEMBANG. SENTRALPOST.CO – Sejarawan kota Palembang yang juga  alumni dari Program Doktor UIN Raden Fatah Palembang, Dr Kemas Abdul Rachman Panji  SPd MSI atau dikenal Kemas Ari Panji melalui disertasinya mengkaji mata uang pitis dengan judul disertasi ‘Mata Uang Kesultanan Palembang Darussalam Dalam Perspektif Sejarah Politik’ mengikuti prosesi diwisuda  ke-94 yang digelar di Gedung Akademik Center UIN Raden Fatah Palembang, Sabtu (27/9/2025).

Sebanyak 1.125 wisudawan dan wisudawati resmi dikukuhkan, terdiri dari 1.075 lulusan S1, 37 lulusan S2, dan 13 lulusan S3. Acara ini dihadiri oleh Drs. H. Sutoko, M.Si, Staf Ahli Bidang Ekeu dan Pembangunan Pemprov Sumsel.

Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang Prof. Dr. Muhammad Adil, MA sempat memberikan ijazah dan memindah kuncir Dr Kemas Abdul Rachman Panji Ari Panji, SPd MSI  dalam wisuda tersebut.

Pria yang kini meraih Doktor ke-272 di UIN Raden Fatah Palembang menilai kajian literatur mata uang ini pun tidak terlalu banyak. Padahal pada masa Kesultanan Palembang Darussalam terdapat dua mata uang yakni uang pitis tebok dan uang pitis buntu

Padahal, mata uang Kesultanan Palembang Darussalam memiliki peran penting dalam sejarah sosial, ekonomi, dan politik masyarakat Palembang pada masa kejayaan Kesultanan.

Lebih dari sekadar alat tukar, pitis terbukti menjadi simbol identitas, kedaulatan, dan keberanian dalam menghadapi intervensi kolonial.

“Pitis tidak hanya berfungsi sebagai alat transaksi ekonomi, tetapi juga sebagai cerminan dari dinamika sosial, politik, dan budaya masyarakat Palembang pada masa kejayaannya,” katanya.

Dari perspektif politik, intervensi Belanda terhadap sistem keuangan kesultanan menunjukkan bagaimana kekuatan eksternal dapat mempengaruhi struktur ekonomi lokal.

Dimana penggantian pitis dengan gulden Belanda tidak hanya mengubah sistem moneter tetapi juga membawa dampak signifikan terhadap kehidupan sosial masyarakat.

“Namun sejarah juga mencatat bagaimana pitis menjadi simbol kedaulatan dan identitas masyarakat Palembang,” katanya.

Serta bagaimana desain dan inskripsi pada koin tersebut memberikan wawasan tentang pengaruh Islam dan hubungan !perdagangan yang luas dengan negara-negara lain.

“Seperti Tiongkok dan kerajaan-kerajaan di Timur Tengah,” terangnya.

Dalam menghadapi tekanan ekonomi dan politik kolonial, sang Sultan mampu bernegosiasi cerdas dalam perdagangan komoditas unggulan seperti timah dan lada.

Ini menurutnya menjadi bukti bahwa walaupun kesultanan berada dalam bayang-bayang kekuasaan asing, ruang untuk bertahan dan mengatur strategi tetap tersedia. Bahkan, dalam ketegangan itulah terlihat daya adaptasi dan ketangguhan pemimpin lokal.

Aspek ekonomi dalam disertasi ini turut memperlihatkan bagaimana perdagangan rempah-rempah dan komoditas lainnya menjadi pilar utama perekonomian kesultanan Palembang.

Serta bagaimana kondisi geografis yang strategis memungkinkan kesultanan untuk berperan sebagai pusat perdagangan yang vital di kawasan ini.

Sementara itu, Sultan Palembang Darussalam, Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) IV Raden Muhammad Fauwaz Diradja SH Mkn mengapresiasi disertasi yang dikaji oleh Dr Kemas Ari Panji, SPd MSI dalam meraih gelar Doktor.

Sultan Fauwaz menjelaskan, Palembang memiliki koin yang merupakan salah satu bentuk kekayaan.

“Tidak semua kerajaan-kerajaan di nusantara ini memiliki mata uang sendiri dimasa lalu,” katanya.

Lebih jauh kata Sultan Fauwaz, dilihat dari perkembangan uang pitis memiliki keunggulan yang ini menunjukkan bukti-bukti peradaban yang sudah sangat maju, sangat tinggi.

Meski dihadapkan pada tekanan dari kekuatan asing, sambung Sultan Fauwaz, masyarakat Palembang menunjukkan daya tahan budaya yang luar biasa.

Masyarakat tidak hanya menyerah pada perubahan, namun meresponnya dengan kreativitas dan semangat mempertahankan identitas.

Pitis, dalam hal ini, menjadi simbol perlawanan dan penanda sejarah yang tidak bisa dihapus begitu saja oleh kolonialisme.

Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang Prof. Dr. Muhammad Adil, MA menegaskan bahwa wisuda bukan sekadar seremoni akademik, melainkan momentum penting yang menandai tanggung jawab baru para lulusan di tengah masyarakat. Dengan mengusung tema “Kolaboratif, Dialogis Antar Lembaga Untuk Kesejahteraan Masyarakat”, ia menekankan pentingnya sinergi antara perguruan tinggi, pemerintah daerah, pemerintah provinsi, serta masyarakat dalam mewujudkan kesejahteraan bersama.

“Perguruan tinggi tidak dapat berjalan sendiri. Kita memerlukan kolaborasi dan dialog lintas lembaga untuk menjawab tantangan zaman. Hanya dengan kebersamaan, kita mampu menghadirkan solusi nyata bagi masyarakat,” ujarnya.

Rektor menjelaskan bahwa kolaborasi merupakan kunci utama dalam mengatasi persoalan sosial, ekonomi, pendidikan, kesehatan hingga lingkungan. Pemerintah daerah memiliki pemahaman mendalam terhadap kebutuhan masyarakat, pemerintah provinsi berperan strategis dalam mengoordinasikan pembangunan lintas wilayah, sementara perguruan tinggi hadir dengan riset, pemikiran kritis, dan inovasi.“Apabila ketiga unsur ini bersinergi, maka akan lahir ekosistem kolaboratif yang kuat. Namun jika tidak, maka yang tercipta justru ekosistem yang lemah,” tegasnya.

Selain kolaborasi, dialog juga disebut sebagai jembatan penting untuk membangun kepercayaan antar lembaga. Melalui dialog yang terbuka dan inklusif, UIN Raden Fatah berkomitmen untuk menjadi pusat lahirnya gagasan konstruktif demi kepentingan bersama. (Fty).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here