Sekayu, SentralPost – Ratusan massa dari berbagai Kecamatan yang di koordinir oleh Forum Masyarakat Musi Bersatu ( FM2B ) mendatangi Pemkab Musi Banyuasin bertepatan pada saat itu pukul 14.00 wib akan diadakan Penandatanganan MOU Perda tentang pesta rakyat oleh unsur FKPD, Camat, Kades, Lurah, Tokoh Agama, Pemilik Orgen Tunggal, Tokoh Pemuda dan unsur terkait lainnya, Rabu ( 12/09/2018 ).
Perwakilan massa dariĀ berbagai Kecamatan, perwakilan seni budaya, pemilik orgen tunggal dan pedagang kaki lima akhirnya sepakat untuk berundingĀ di ruang rapat asisten I. Namun sangat disayangkan Sekretaris Daerah Drs. H. Apriyadi, M.Si tidak menyambut baik kedatangan massa tersebut dan bahkan mengusirnya, suasana pun menjadi tegang dan nyaris ribut hingga ke halaman kantor Bupati.
“Kami banyak kegiatan lain dan itu sudah ada perdanya, hari ini kami akan mengatakan MOU siapa saja yang melanggar itu akan tetap kami tangkap dan kami tindak,” kata Sekda dengan arogan.
Kabar ini pun sampai ke telinga Bupati Musi Banyuasin H. Dodi Reza Alex sehingga orang nomor di Muba ini berinisiatif untuk turun langsung menemui massa, meskipun saat itu harus terkena sengatan matahari namun Dodi tetap berusaha menenangkan massa dan berdialog.
“Jadi Bapak/Ibu, tujuan dari Perda ini adalah untuk menyelamatkan generasi muda dari bahaya Narkoba, prostitusi dan dampak negatif lainnya. Iya karena itu musuh kita bersama,” katanya.
Lebih lanjut Dodi menegaskan, bahwa perda tersebut bukan menghilangkan tradisi dan seni budaya Muba namun hanya membatasi waktunya saja.
“Dibatasi waktunya saja pak, buk. Nanti untuk pedagang kaki lima, pemilik orgen, dan semua pihak yang bergantung hidup dari sana akan kami carikan solusi. Dan aspirasi ini kita terima untuk menjadi bahan acuan yang akan kami pelajari bersama,” tegasnya.
Di tempat terpisah Ketua Umum FM2B Kurnaidi saat dibincangi menyampaikan kata sepakat dengan adanya Perda Pesta Rakyat namun untuk menghilangkan tradisi yang sudah turun temurun pihaknya menolak.
“Perda itu untuk rakyat dan rakyat punya hak untuk menolak karna menurut saya pesta rakyat itu merupakan ajang silahturahmi dan itu bentuk arisan yang menguntungkan para penyelenggara. Dan kedatangan kami disini hanya minta perda itu di revisi seperti pesta pada jaman tahun 90-an dulu waktunya sampai jam 00.00 saja, lampu tidak dimatikan, jangan ada lagu remix atau house musik, peran petugas keamanan harus aktif dan para penyelenggara diwajibkan membayar retribusi untuk pendapatan daerah,”
katanya.
Lebih lanjut Kurnaidi mengatakan “Coba bayangkan berapa banyak resepsi kegiatan baik itu khitanan ,pernikahan, syukuran dan lain-lain selama kurun waktu satu bulan. Kalau dikenakan retribusi hiburan Rp. 300.000,00 saja untuk satu acara sudah berapa pendapat asli daerah,” ungkap Kurnaidi dengan santai. ( tim )